Pages

05 February 2014

MASJID DAN PASAR: Sinergi Oposisi Biner Yang (Kadang) Terlupakan (1)

Masjid dan Pasar adalah dua "dunia" yang menjadi bagian tema-tema abadi lain dari prioritas aktivitas setiap Muslim. Tema-tema abadi seperti Keadilan, Anti-Rasisme di seluruh lini, Ketakwaan, Ibadah-ibadah Mahdah, dan lainnya  selalu didengungkan, untuk diresapi dan diaplikasikan secara "kaffah" (menyeluruh, total, holistik) setiap manusia yang mengatakan dirinya Muslim, Orang Islam.

MASJID DAN PASAR: Sinergi Oposisi Biner Yang (Kadang) Terlupakan (2)

Suatu pagi mullah Nasruddin sedang berjalan-jalan di pasar ketika ia melihat orang-orang berkerumun dengan gairah mengelilingi seorang pedagang yang sedang menawarkan seekor burung. "Sepuluh dinar", Dua puluh", "Lima puluh". Orang-orang itu bersahutan. Dengan keheranan sang mullah ikut merubung. Akhirnya ia tahu bahwa hari itu sebangsa unggas mempunyai pasaran yang baik. Buru-buru dia pulang dan kembali dengan seekor kalkun yang gemuk untuk dijual. Orang-orang memang mengerumuninya, tetapi tawaran tidak ada yang lebih dari lima dinar. Walhasil ia berontak: Unggas sebesar ini hanya lima dinar, uh". Seorang yang berkerumun menyahut cepat, "Iya, karena itulah harganya." Mullah memprotes, "Tetapi kalian baru saja membeli seekor unggas dengan harga lima puluh dinar." Jawab yang hadir, "Betul itu karena unggas itu seekor beo pintar bicara". Mullah pun terdiam. Tetapi sebentar lagi ia angkat bicara, sambil menunjuk pada unggasnya yang tenang dengan bulu-bulu halus dan mata membelalak, "Betul. Unggas saya memang bukan sebangsa tukang ngomong. Tetapi Pemikir." Dan diapun nyelonong pergi.

AKUNTANSI KRITIS ala HOS TJOKROAMINOTO

Selama ini berfikir kritis selalu berkiblat pada pemikiran Eropa seperti Horkheimer atau  Habermas lewat Critical Thought-nya German Ideology atau Marx-Engels lewat Materialisme Dialektik Historisnya, atau yang lain seperti Gramsci misalnya. Pendekatan kritis lebih baru ada itu Pierre Bourdieu  atau Foucault, dan lainnya. Kalau di Akuntansi ada Tony Tinker, Bryer atau Puxty, dan lainnya. Saya tidak melihat berfikir kritis seperti itu kecuali hanya melakukan "copy paste" dari tokoh-tokoh Barat, dan kita seperti tidak berdaya atas serangan Orientalisme Berfikir yang  menjangkiti Ke-Indonesia-an kita. Mengapa tidak menggali langsung dari tokoh-tokoh nasional? Saya menganggap tokoh-tokoh seperti Hidajat Nataatmadja, Sudjatmoko, Armahedi Mahzar, Kuntowijoyo, Kahrudin Yunus, Hamka, atau yang akan saya kupas sekarang HOS Tjokroaminoto pemikirannya tidak kalah dan bahkan "lebih" cerdas dari Eropa atau Barat Sentris.

Kritik atas Net Revenue Sharing Akuntansi Mudharabah

Berikut adalah artikel kami, Virginia Nur Rahmanti, Ari Kamayanti dan saya, berjudul "Menggeser paradigma Stock Concept Menuju Flow Concept: Kritik atas Net Revenue Sharing pada Akuntansi Mudharabah". Artikel ini pernah dipresentasikan pada Silaturahmi Nasional 3 Forum Dosen Ekonomi dan Bisnis Islam yang diadakan di Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta (UNS) tanggal 26 November 203. Silakan klik link di sebelah ini Kritik Net Revenue Sharing atas Akuntansi Mudharabah